Saturday, July 22, 2017

Pemahaman Nilai Moral dan Adat Istiadat Terhadap Anak Bangsa


"Pertunjukan randai merupakan bentuk pelestarian budaya dan penanaman nilai moral serta adat istiadat kepada generasi muda, dan anak bangsa yang bersifat kedaerahan. Pertunjukan randai bertujuan untuk menjaga budaya yang terbungkus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia"


Irama musik perkusi talempong pacik, meramaikan suasana, Kamis, 20 Juli 2017 malam. Orang-orang berduyun-duyun mengiringi arak-arakan pawai peserta Sawahlunto Randai Festival 2017 menuju gelanggang di terminal Talawi. Ribuan penonton tampak antusias melihat fetival randai mengelilingi gelanggang. Selang seling penonton berdesakan berdiri menyaksikan pertunjukan randai. 

Semua mata tertuju pada gelanggang sasaran randai. Ada yang menoleh kiri dan kanan sembari kaki di injit karena pandangan tertutup oleh penonton yang berdiri didepan. Sementara anak-anak berlarian kecil di sela-sela penonton mencari posisi yang pas untuk menyaksikan pertunjukan yang berlangsung. Ada pula ibu baya mengendong anaknya untuk menonton pertunjukan di tengah desakan penonto. Tiga orang hakim juri festival randai telah mengambil tempat duduk untuk menyaksikan pertunjukan. 

Ivent tersebut diikuti sebanyal 23 group randai di kota Sawahlunto yakni 11 group tingkat SLTP dan 12 group tingkat umum. Ada empat group yang tampil pada malam tersebut. Peserta ke empat menampilkan pertunjukan randai 'Kaba' (cerita) berjudul "Umbuik Mudo"  dibawakan oleh Group Randai Minang Saiyo. Group tersebut dilatih oleh guru Tuo Mak Irin, Pandeka Sutan. 

"Group Randai Minang Saiyo, berdiri sejak empat tahun silam. Group yang terdiri dari 25 orang anggota ini menampilkan cerita atau kaba "Umbuik Mudo". Kaba ini berasal dari daerah Batu Sankar Tanah Datar menceritakan duo tokoh yakni "Umbuik Mudo" jo "Galang Banyak", ujar Abbas, 64, pelatiha harian Group Randai Minag Saiyo, Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. 

Ia menyebutkan bahwa pada pertunjukan randai berlangsung mendendangkan enam lagu untuk menyampaikan kaba (cerita). Kaba "Umbuik Mudo" merupakan seorang tokoh atau lakon yang ada dalam Kaba (cerita) klasik Minangkabau. Umbuik Mudo adalah seorang pendeka yang gagah berani dan hidup sederha. 

Umbuik Mudo memiliki ilmu batin yang tinggi sehingga dengan izin Tuhannya bisa menghidupkan kembali orang yang telah meninggal. Umbuik Mudo memiliki sejata "Bansi" (alat tiup tradisi Minangkabau) yang dibaluti ula Nago (ular Naga).  

Sementara tokoh "Galang Banyak" adalah seorang putri yang memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Terlihat dari tampilannya yang memakai gelang banyak baik tangan maupun kaki, maka dikenal sebagai "Galang Banyak". Galang Banyak adalah sosok yang angkuh dan sombong, serta bertutur kata kasar. 

"Singkat cerita terjadilah perselisihan antara Umbuik Mudo dengan Galang Banyak pun terjadi. Umbuik Mudo dicaci-maki dan dihina oleh Galang Banyak. Galang Banyak menyebutkan bahwa emas yang dimiliki adalah emas pemberian orang lain. Emas yang engkau punya tidak sebanding dengan gelang kakiku, kata Gelang Banyak. 

Karena tidak terima dicaci dan dihina maka, Umbuik Mudo "mangarajoan" (menguna-guna) Galang Banyak dengan Bansi Pitungan. Alunan bunyi bansi pitungan tersebut perasaan Galang Banyak tidak marasa senang. Rasa gelisah, takut dan camas serta penyesalan pun datang. Kepala pusing serta badan panas dingin karena selalu terbayang-bayang Umbuik Mudo siang dan malam," ujarnya. 

Ia menyebutkan bahwa si Galang Banyak jatuh sakit. Sakit yang tidak dapat di cegah karena tidak ada obat. Sebab, obat 'pitunang' (guna-guna) yang diminta adalah Umbuik (umbut) sama tinggi dengan Galang Banyak. Hanya dengan umbut setingga Galang Banyak lah yang dapat menyembuhkan penyakit akibat pitunang tersebut. Maka, ayah dan mamak Galang Banyak keluar masuk kampung mencari umbut setinggi Galang Banyak dan tidak pernah bertemu sama sekali.  

Maka, mamak Galang Banyak menemui jalan buntu dan akhirnya datang menemui Umbuik Mudo dengan maksud untuk melamar. Karena setelah diketahui hanya Umbuik Mudo lah dimasuksud sebagai obat dari segala obat. 

Selanjutnya, langkah yang diambil Umbuk Mudo adalah "adaik di dunia baleh mambaleh", (adat di dunia balas membalas) sehingga lamaran Galang Banyak pun di tolak. Hingga sakit Galang Banyak pun tidak bisa disembuhkan dan keadaan semakin kritis sampai akhirnya meninggal. 

"Mendengar kabar duka tersebut, Umbuik Mudo terkejut dan tengah malam di gali lah kuburan Galang Banyak dan dilecut dengan 'lidi gilo'. Atas izin tuhannya Galang Banyak dapat hidup kembali dan pinangan pun diterima Umbuik Mudo," paparnya. 

Hendri Thalib, Kepala Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Sawahlunto menyebutkan bahwa ada 23 group randai yang mengikuti Sawahlunto Randai Festival 2017 terdiri dari 11 group tingkat SLTP, dan 12 group tingkat umum. Ada Rp 40 juta total hadiah yang diperebutkan pada iven tersebut. 

"Kegitan ini merupakan bentuk pelestarian dan penanaman nilai moral dan adat istiadat kepada generasi muda serta anak bangsa yang bersifat kedaerahan. Pertunjukan randai bertujuan untuk menjaga budaya yang terbungkus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya. 

Ia menyebutkan bahwa seni randai tidak hanya di nikmati dan dimainkan oleh masyarakat Minang saja tetapi juga dimainkan oleh masyarakat etnis Jawa, Batak, cina yang membaur bersama untuk melestarikan budaya. Karena Sawahlunto merupakan kota multi etnis yang selalu berdampingan dan saling membaur demi ke utuhan NKRI. 

"Sawahlunto Randai Festival 2017 merupakan kegiatan ke II tingkat kota Sawahlunto menjadi program strategis pemerintah kota tahun 2013-2018. Kemudian, kegiatan ini akan diikuti dengan Festival Randai tingkat Sumbar. Maka, group randai terbaik pada ivent tersebut akan mewakili kota untuk ivent festival randai tingkat provinsi," ujarnya.*

No comments:

Post a Comment