Thursday, January 5, 2017

Surya Cutut Shouvenir Shop Tansi Baru, Belajar Otodidak, Raup Untung Jutaan Rupiah




Surya Cutut Shouvenir Shop

Minggu, 27 November 2016 malam langit kota Sawahlunto mendung dan diiringi hujan. Orang-orang menyenakan pakaian serba baru menuju Garase PT Bukit Asam, menyaksikan Pagelaran Multicultural in Harmony, peringatan hari jadi kota Sawahlunto ke 128 tahun 2016 menggelar berbagai ivent. Kegiatan tersebut berlangsung 25 November - 2 Desember dan tersebar di beberapa titik.

Kegitan tersebut juga warnai dengan berbagai pameran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), salah satunya Surya Cutut Shouvenir Shop Tansi Baru, Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar yang menjual berbagai produk kerajinan tangan, seperti lampu lampion.

Disela sibuk lalu lalang pengunjung yang menjambangi stand lainnya, meskipun hanya sekedar melihat, mengkubik-kubik pernak pernik yang bergelantungan serta hiruk pikuk musik aksi panggung utama multikultural.

Lampu lampion yang warna warni berjejer di rak-rak yang unik karena berbentuk wajah tokoh komik, seperti teletabis,  pokemon, hello kyti dan sebagainya. Malam pemilik stand tampak sibuk melayani pengunjung yang membeli lampu lampion, sebagai lampu tidur.

Surya, 36, pengrajin lampion mengaku memulai membuat lampion sejak dua tahun silam. Ia belajar membuat lampion secara otodidak, Lampion tersebut berbahan Benang, Lem, Karton, Kain Panel. "Untuk membuat satu buah lampion menghabiskan Rp30 ribu dengan bahan baku," sebut pria berbadan kurus ini.

Sembari memperlihatkan lampu lampion, pria berambut gondrong itu mengatakan bahwa satu buah lampu lampion di jual sebesar Rp70 hingga Rp90 ribu. Kemudian, satu buah lampion boneka di jual Rp300 ribu, harga bergantung pada besar dan kecilnya ukuran.

"untuk bahan baku yang digunakan membuat lampu lampion,  bahannya di beli di kota Bukittinggi. Karena pusat glosir yang murah dan lengkap hanya ada di Bukittinggi,  meskipun di kota Sawahlunto ada yang menjual namun harganya selangit," ungkapnya polos.

Ia melanjutkan, proses pembuatan lampu lampion dalam sehari bisa nyelesaikan sebanyak 50 hingga 100 buah. "Membuatkan lampu lampion tidaklah sulit dan mudah, namun butuh ketekunan serta keseriusan. Selain itu, pemasarannya juga masih sulit karena banyak yang hutang," ujarnya.

Ia mengaku, meskipun saat inj telah ada yang memesan dan telah bersedia menampung lampu lampion untuk dijual seperti di Lampung dan Jakarta.  Namun, karena si pemesan uangnya tidak kes dan dibayar setelah lampionya habis terjual, maka tawaran itu di tolak.

"terpaksa dibatalkan tawaran tersebut karena pembayarannya tidak tunai. Jika, tawaran itu diterima modal akan terbenam dan perputaran uang pun lambat, sedangkan modal kita sedikit. Untuk memenuhi permitaan tersebut butuh modal besar. Sebab, hasil penjualan tersebut akan di putar lagi untuk membeli bahan baku," Anak bunsu dari tiga bersaudara ini.

"Berbeda dengan pelanggan yang memesan dari Jambi.  Begitu barangnya sampai uangnya dikirim kes atau kontan. Setiap minggu pesanan 50 buah lampu lampion dari kota Jambi," sambungnya.

Selain itu, lanjut Surya, untuk pemasaran dijual secara online penjualan dan pesanan banyak melalui media sosial (medsos). "Alhamdulillah, omset yang didapatkan dalam sebulan dari penjualan sebesar Rp10 juta. Bisa membantu kedua orang tua untuk kebutuhan harian," tuturnya.

Kemudian, limbah yang dihasilkan dalam pembuatan lampu lampion tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk membuat pernak pernik yang lain. "Semuanya berguna dan tidak ada yang tersisa, seperti gantungan, tempat tisu, tempat pensil anak sekolah, dompet dan sebagainya," akunya.

No comments:

Post a Comment