Wednesday, June 1, 2016

Pameran Seni Rupa : Karya Bernilai Ratusan Juta Rupiah

Perupa Asal Sumbar Pamer Karya di Gallery UPTD Taman BudayaProvinsi Sumatera Barat. Ada 19 orang seniman rupa yang ikut Pameran Seni Rupa Kampuang Sakato pada 23-30 Mei 2016. Bangsan yang beradab adalah bangsa yang menghargai budayannya. Kalau bangsa itu belum menghargai budayannya, bisa dikatakan bahwa bangsa tersebut belum beradab. Kemudian, keberadaban tersebut dicirikan oleh kegiatan-kegiatan budaya termasuk seni rupa, hal itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyar Republik Indonesia ( DPR RI ) Fadli Zon pada acara pembukaan Pameran Seni Rupa Kampuang Sakato, Senin 23 Mei 2016 pukul 20.00 WIB malam.

Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus mendukung penuh apa yang talah dilakukan oleh perupa yang berasal dari sumbar, karena mereka telah memberikan energi baru bagi kesenian di Sumbar. Ada sebanyak 19 orang perupa yang mengikuti pameran 'Tambo Rupa' yang tergabung dalam "Kampuang Sakato".

"Saya merasa terhormat bisa datang untuk pembukaan pameran seni rupa ini. Kali ini merupakan kehadiran yang kedua kali untuk membuka dan mengapresiasi karya seni rupa. Termasuk gubernur provinsi sumbar yang ikut serta mendukung pameran ini. Jangan hanya janji-janji, Pemprov harus memberikan ruang yang lebih bagi para perupa di sumbar, saya punya usul istana bung hatta juga bisa digunakan sebagai pameran seni nantinya," kata Padli Zon sembari menayakan kepada Gubernur Sumatera Barat saat itu.

Para perupa yang telah mendapatkan pendidikan dan pengalaman secara akademis, baik itu melukis atau pun seni patung serta kegiatan seni lain yang ada di Jogjakarta, kemudian kembali ke Sumatera Barat dan berkiprah. Tuah sakato ini sering melakukan iven pameran seni rupa yang merupakan iven tahunan.

"Pamerannya selalu banyak dan cukup dominan di Jogjakarta kawan-kawan seni rupa dari Sumatera Barat, yang belajar di Jogjakarta. Kemudian kembali ke Sumatera Barat untuk berkiprah pada saat ini menurut saya seuatu energi baru, semangat baru yang berkolaborasi dengan seniman dan budayawan yang sudah berkiprah di Sumater Barat," katanya.

Menurut ia, sangat dan energi baru ini merupakan suatu kolaborasi yang sangat konstruktif. Hanya dukungan termasuk dari lingkungan pemerintah provinsi Sumbar, Kabupaten/kota perlu menunjukan, karena karya para seniman ini merupakan karya yang sangat baik. Sebab, karya-karya 19 seniman rupa bisa nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

"Pencapaiannya pun juga sangat baik untuk mencapai proses artistik tertentu apalagi para seniman telah merantau dan kembali keranah minang tentu membawa karya yang sangat baik. Saya yakin karya perupa yang dipamerkan ini ada karya yang bisa membanggakan," katanya.

Menurut Padli Zon, bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai kebudayaannya sendiri. Untuk itu Sumatera Barat harus memulai terlebih dahulu. Kita juga harus berkaca kepada negara luar yang menjadikan karya seni sebagai karya nasional. Jika kita melihat pada negara-negara yang perdabannya telah maju, terutama di Eropa, karya seni rupa tersebut disupor oleh pemerintah. Lukisan dan karya pelukis ini adalah kebanggaan nasional mereka. Kita memang masih belum mencapai pada suatu tingkat peradaban itu. Kita menghargai karya-karya seni yang pencapaian artistiknya yang tinggi, namun diakui bahwa kita belum sampai ke arah itu. Tapi kita harus menunuju ke arah peradaban tersebut.

Suatu hari di Indonesia termasuk Sumatera Barat diharapkan ada musium-musium seni rupa yang repsentatif dengan hasil karya-karya terbaik yang akan di pampang di musium tersebut. Hal itu tidak hanya menjadi kebanggaan provinsi dan kebanggaan nasional. Bahkan sejumlah perupa dari Sumbar dari Jogja juga dikoleksi oleh kolektor dunia. Mereka juga mempunyi waorkshop, musium dan jika mereka di undang untuk menghadiri pameran seni rupa ini, akan memberikan energi dan kegairahan bagi seniman rupa di Sumatera Barat.

Sumatera Barat merupakan provinsi yang sangat maju untuk para perupa, pelukis dan pematung dan dari dulu telah berkiprah di level nasional. Namun pada hari ini jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dulu. Melalui 'Kampuang Sakato' ini tidak hanya menjadi pameran yang pertama dan yang terakhir. Tetapi harus menjadi iven yang terus menerus, mungkin yang diperlukan adalah ruang untuk pameran dan tidak hanya di taman budaya saja.

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno pada kesempatan itu mengatakan, Pemerintahan Provinsi berjanji akan mengakomodir seniman yang memberikan nilai tambah bagi masyarakat Sumbar, hal diwujudkan dalam bentuk diprioritaskannya masalah kesenian dalam bahasan RPJM Provinsi. "kita juga berikan Fasilitas gedung gratis bagi seniman yang ada di Sumbar untuk menampilkan hasil karya mereka," sebutnya. 

Menurut Gubernur Banyak akar budaya di Sumatera Barat yang bisa diekspresikan dalam bentuk lukisan yang akan menghasilkan daya jual dan nilai seni yang tinggi.

Kepala UPTD Taman Budaya Sumatera Barat Muasri mengatakan, Pemaran seni rupa diikuti oleh 19 Orang perupa asal Sumbar jebolan kampus ternama diluar daerah yang sudah malang melintang di dunia seni rupa. Pergelaran kali ini bertujuan sebagai pembanding bagi perupa lokal dari segi hasil karya. "ini juga sebagai salah satu strategi pemerintah daerah dibidang kesenian untuk merangkul seniman yang menuntut ilmu diluar daerah untuk pulang kampung," sebut Muasri usai acara pembukaan pergelaran pemeran seni rupa di Gedung Gallery Taman Budaya Sumatera Barat, Senin, 23 Mei 2016.

Muasri menjelaskan, Pergelaran seni rupa di aktori oleh Komunitas Kampuang Sakato bekerjasama dengan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat, dengan mengangkat tema tambo rupa. Tambo rupa mengangkat konsep kontemporer, dalam hasil karya tetap mempertimbangkan etika yang dianut budaya lokal. "dalam konsep kontemporer tidak hanya mengedapankan estetika tatapi juga etika dalam menghasilkan karya," katanya.

Lebihlanjut kata Muasri saat ini Sumatera Barat punya sekitar 200 seniman aktif dibidang senirupa, potensi itu akan dikembangkan agar mereka eksis dengan cara memberi ruang untuk berkarya.

Sementara itu, kurator Ibrahim mengatakan bahwa Tambo bagi masyarakat Minangkabau merupakan sumber informasi yang bercerita tentang Alam Minangkabau (Tambo Alam) maupun adat Minangkabau (Tambo Adat). Tambo tersebut menggambarkan atau mengisahkan kepada masyarakat minang itu sendiri tentang sejarah, adat istiadat dan masalah kepemimpinan serta prana sosial di tengah-tengah masyarakat.

Tambo tidaklah sesuatu yang dipandang ekslusif, karena Tambo tersebut digunakan sangat fleksibel oleh masyarakatnya baik falam pemakaian kata 'Tambo' maupun saat menjelaskan kisah di dalam Tambo tersebut. Sebab cerita yang ada di dalam tambo itu sendiri akan menjadi konstruktif atau improfit bergantung pada orang yang mengabarkannya. Hal itu bisa saja terjadi karena penyesuaian terhadap kondisi dan situasi saat terjadinya komunikasi antara orang yang mengabarkan kepada masyarakat.

Pikiran tersebut dituangkan oleh Ibrahim Kurator 'Tambo Rupa' visual art axhibition Pameran Seni Rupa Kampuang Sakato di Gallery UPTD Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat, 23-30 Mei 2016. Ia menghubungkan Tambo Minangkabau untuk dikonversikan menjadi 'Tambo Rupa' menyampaikan pesar atau kabar sejarah, adat istiadat dan mesalah kepemimpinan serta prana sosial melalui karya Seni Rupa.

Ia mengatakan bahwa seni rupa di Ranah Minang tergolong unik dan terkadang rumit untuk dipahami. Sebab, ada pemahaman yang dibangun dari realitas kesenian berbeda antara 'Tambo dan Seni Rupa', namun bersumber dari masyarakat ( pelaku ) seni yang sama. Ia berpandangan persoalan klasik yang dihadapi adalah terjadinya perbedaan eksistensi dan pemahaman antara seniman di Ranah Minang ( lokal ) dengan seniman Minang yang ada di perantauan.

Ia menunjukan fakta dilapangan bahwa seniman Minang di perantauan lebih memiliki mobilitas yang tergolong tinggi karena banyaknya ruang-ruang mediasi serta iklim kesenian yang kompetitif. Sementara itu, seniman Minang ( lokal ) dinilai masih berada pada taraf membangun pondasi, tetapi wujud akhirnya tidak dapat ditebak. Maka, turunan dari realitas ini melahirkan "perbedaan" dalam menjaring pemahaman pemikiran yang dibawa oleh perantau ke Ranah Minang ( saat kembali ke kampung halaman ). Sehingga terjadi perlambatan akslerasi dan eksekusi gagasan akibat terkukung dalam wacana yang sulit di "bumika" dengan kondisi di Ranah Minang.

Ibrahim menyebutkan bahwa untuk berkarya lebih maju diharapkan terus berupaya menggelar dan memodifikasi aksi agar semakin semarak seni rupa di Ranah Minang ( lokal ) dengan cara berbeda dari sebelumnya. Maka, kerja yang dilakukan selama ini butuh sentuhan langsung serta pengorganisasian petensi 'rang rantau' agar mampu menambah kekuatan pergerakan kesenian di Ranah Minang

No comments:

Post a Comment