Friday, November 25, 2016

Tembakau Lumindai Diolah Manual



Idir Gindo Malin

Selasa, 22 November 2016 pagi menjelang siang udara masih sejuk karena matahari belumlah tinggi. Sehingga sengatan cahaya matahari belum terasa dikulit. Sementara butiran-butiran embun yang menempel di dedaunan sepanjang jalan menuju Desa Lumindai, Kecamatan Barangin, kota Sawahlunto, Sumatera Barat belumlah kering benar. Embun tersebut masih menggelembung bak bola kristal menempel di daun.

Jalanan yang kecil dan berkelok-kelok serta dan berlobang serta becek di lereng bukit itu sangatlah curam. Sepanjang jalan berada di pinggang bukit dengan pemandangan di atas ketinggian bukit 800 meter hingga 1200 meter diatas permukaan laut itu udaranya sejuk dan hijau. Diatas perbukitan itu pula dengan kemiringan mencapai 45 derajat terlihat sawah petani yang berjenjang dilereng buki yang memanjakan mata. Kemudia beberapa rumah penduduk yang terselip di balik pepohonan di lereng bukit.

Perjalanan masih jauh untuk sampai ke tujuan yakni Dusun Guguak Bungu Desa Lumindai bertemu dengan Idir Gindo Malin, petani tembakau. Siang itu pak Idir sedang tidak dirumah melainkan bekerja sebagai buruh bangunan. Siang itu pula Penulis bertemu dengan pak Idir di Sekolah Dasar (SD) N 29 Desa Lumindai yang berdiri di atas punggung bukit tanpa ada lapangan sekolah dan pagar. Sekolah yang di batasi jalan ini bersebelahan dengan jurang sedalam puluhan meter. Di sekolah itulah pebicaraan tentang tembakau pernah dikenal di Sumatera dimulai.

Idir Gindo Malin mengaku telah menekuni tani tembakau sejak tahun 1966 yang telah turun-temurun dari otangtua. Pada tahun 1966 tersebut dirinya telah pandai "manyaik" tembakau dengan halus. Suatu kebanggaan untuk bisa "manyaik" atau "maracik" tembakau dengan halus. Sebab tidak semua orang bisa "manyaik" tambakau dan tidak semua orang yang pandai "manyaik" tembakau rasanya enak. Hikmatnya rasa tembakau tersebut tergandung dinginnyan tangan seseorang yang menyaik sehingga rasanya begitu nikmat.

Idir Gindo Malin terkenal dengan kepiawaiannya manyaik tembakau dan rasanya enak. Di Dusun Guguak Bungo tersebut hanya ada empat orang yang bisa manyaik tembakau. Meskipun saat ini telah ada anak muda yang bisa menyaik tembakau namun rasanya masik keras dan menyengat saat di hisap.

"Untuk mendapatkan kualitas manyaik tembakau baik dibutuhkan keahlian dan kelihaian serta pengalaman lamanya manyaik tembakau. Jika orang yang telah mahir manyaik tembakau sembari terkantuk saja bisa mayaik tembakau dengan pisau tajam. Hasil manyaik itu pun halus tanpa melukai tangan," ungkap Ayah tiga orang anak ini.

Ia menyebutkan bahwa manyaik tembakau masih dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau khusus yang tajam. Sehingga tembakau menjadi halus setelah di racik agar bisa di hisap. "Untuk mendapatkan tembakau berkualitas tinggi bergantung pada iklim dan cuaca. Tembakau ditaman pada ketinggian diatas 800 meter di atas permukaan laut. Kemudian tembakau ditanam sesuai dengan cuaca panas, karena tembakau tidak suka musim penghujan," ungkapnya sembari menggulung tembakau olahannya.

Idir menyebutkan bahwa jika menanam tembakau di musim hujan maka kualitas tembakau tidak bagus dan terasa kelat dan pahit karena getah yang di kandung pada daun tembakau berkurang. Berbeda dengan menanam di musim panas tembakau akan menjadi lembut dan halus saat di hisap.

"Menanam tembakau adalah perkerjaan yang mudah dan tidak sulit. Setelah lahan dibersihkan kemudian disemai bibit setelah itu ditanam kedalam dulubang yang telah disiapkan. Selanjutnya setelah berumur 20 hari barulah tembakau diberikan pupuk kandang, jika itu memungkinkan karena tidak diharuskan pula," ungkap pria yang berbaju lusuh dan sobek pada bagian bahu kanannya.

Ia mengungkapkan bahwa setelah tembakau berumur dua bulan pucuk tembakau tersebut di potong. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan kualitas tembakau yang baik karena akan tumbuh tunas yang baru hingga menunggu sampai pada saat waktu panen tiba.

"Tembakau itu bisa di panen tiga kali dan sampai batangnya mati. Untuk memanen daun tembakau tersebut harua menunggu daunnya berubah warna membayang kuning dan diracik," sebut Idir ketua kelompok tani Tembakau Mandiri. 

Ia menyebutkan bawa tembakau tersebut setelah diracik di jual Rp4500 perlempeng dijual kepada toke. Kemudian tembakau Lumindai dalam 100 lempeng tersebut seberat 3,5 kilogram. Selanjutnya produksi tembakau di desa lumindai dalam setahun yang terkumpul oleh lima orang toke sebesar Rp0,5 miliar pertahun.

"Belum lagi toke-toke kecil yang membeli tembakau tersebut. Saya sendiri dengan bertani tembakau bisa menyekolahkan anak dan menguliahkan sampai sarjana. Anak saya sekarang menjadi guru honorer di SD. Hal itu 50 persennya dari hasil tembakau. Meskipun tembakau bukanlah sumber pendapatan utama atau andalan bagi masyarakat melainkan pekerjaan sampingan, termasuk saya sendiri. Saya juga kesawah bertani, bertanam cabe untuk menambah pedapatan keluarga," ungkap pria yang punya selera humoris ini.

Ia menyebutkan bahwa yang menjadi kendala saat ini bagi petani tembakau adalah pemasaran tembakau yang sulit. Sebab, saat pemasaran tembakau masih dalam lingkup pasar tradisional saja. Belum mampu menembus pangsa pasar industri di Jawa dan Medan. "Tembakau ini di jual di pasar Silungkang, Sei Lasih, Simarambang, Pasar Ganting dan Balai Selasa. Karena yang menggunakan tembakau masih di dominasi oleh orang tua 50-an tahun saja. Kemudian pelanggannya pun terbatas," ungkapnya.

Ia berharap pemerintah dapat mencarikan langkah dan solusi untuk petani tembakau agar pangsa pasarnya meningkat dan bisa bersaing dengan tembakau di daerah lain. Jika pangsa pasarnya tembakau tersebut telah ada dan bisa menjanjikan maka petani tembakau jumlahnya akan terus bertambah.

"Sewaktu saya mengikuti pelatihan di provinsi saya telah mengusulkan bagaimana produksi tembakau di Sumbar bisa di kenal ditingkat nasional. Sebab kualitasnya pun tidak kalah dengan jenis tembakau yang ada di pulau Jawa dan Medan. Di pulau jawa dan medan petani di untungkan dengan adanya pabrik yang dapat menampung tembakau petani. Sementara di sumbar khususunya di lumindai di kelola oleh toke dan di pasarkan ke pasar tradisional. Sehingga tembakau tersebut tidak di kenal oleh masyarakat luas. Tentunya perlu dukungan pemerintah dan suport untuk membantu mempromosikan tembakau," harapnya.

Ia mengaku di dusun guguak bungo mempunyai kelompok tani tembakau mandiri beranggotakan 20 orang. Kelompok tani tembakau di bantu oleh pemerintah berupa beacukai yang diganti dalam bentuk ternak sapi. "Bantuan ini diberikan pada zaman Ali Amran, namun saat ini tidak ada lagi bantuan diberikan. Solusi yang diberikan pemerintah ini pun telah bisa dimanfaatkan. Saat ini sapi ternak tersebut telah beranak dan berkembang," ungkapnya.

Idir mengaku bahwa dirinya tembakau tersebut telah ada jauh sebelum dirinya mengenel tembakau. Sebab tembakau itu telah ada sejak zaman Belanda menjajah sekitar tahun 1835-an. Namun secara detailnya ia sendiri tidak mengetahui sejarah tembakau tersebut siapa yang membawa dan mengenalkan tembakau tersebut. "Entah orang belanda yang membawa tembakau ke sini, atau karena disini ada tembakau kemudian di olah dan di perkenalkan pada masyarakat. kita tidak tau," ungkapnya dengan gelagat yang lucu.

No comments:

Post a Comment