Tuesday, June 7, 2016

Manjalang Mintuo Sebuah Pendeteksian Keluarga Menantu : Curahatan Memantu Melalui Panganan di Ranah Minang, Sumatera Barat


Tradisi nenek moyang di Ranah Minang, Sumatera Barat perlahan menghilang tergerus zaman. Bahkan nyaris hilang di tengah masyarakat karena tidak dilestarikan. Salah satunya tradisi manjalang mintuo, baik setelah menikah, menjelang puasa, ma-antakan pabukoan, setelah lebaran dan hari baiak bulan baiak.

Hakekat manjalang mintuo adalah mengeratkan silaturrahmi antara menantu dengan keluarga mertuanya. Dulu, menjalang mintua tidak hanya sekedar untuk bersilaturrahmi saja, tapi membawa hantaran berupa makanan khas.

Membawa penganan khas seperti ketupat, onde-onde, lemang tapai, kue bolu, jojik, agar agar dan singgang ayam. Bergangtung pada kemampuan masing-masing serta raso-raso. Tradisi menjalang mintuo diwajibkan bagi wanita yang baru menikah.

Untuk menjalang mintio, pakaian yang digunakan pun tidak lah sembarang. Wanita datang berkunjung ke rumah mintuo minimal memakai baju kurung basiba. Kemudian tradisi manjalang mintuo, pada menjelang ramadhan, lebaran idul fitri dan hari raya qurban.

Namun, wanita masa kini yang masih menjalankan tradisi manjalang mintuo hanya dilakukan pada hari raya idul fitri dan hari raya qurban saja. Padahal di hari-hari penting lainnya seperti bulan maulut, bulan carai yang disebut hari baiak bulan baiak, tradisi manjalang mintuo telah ditinggalkan.

Pada hari lebaran tersebut yang dibawa tidak lagi panganan khas manjalang pada zaman dulu. Ada pula yang tidak membawa apa-apa saat datang ke rumah martua. Hanya silaturrahmi saja, alasannya un beragam. Ada yang menganggap sudah tidak relevan dengan zaman. Ada pula yang beralasan karena tidak mempat membuat atau memasak karena kesibukan. Kendala ekonomi, jarak rumah mertua yang sangat jauh dan sebagainya.

Meskipun demikian, yang menjalankan tradisi manjalang mintuo hingga saat ini masih ada. Tapi tidak semua orang mengetahui makna dan pesan yang disampaikan dalam panganan yang dibawa tersebut saat manjalang mertua.

Tergantung raso-raso sang menantu terhadap mertua dan keluarga mertua. Sebab, buah tangan tersebut tidak hanya untuk mertua saja, tapi diperuntukan untuk saudara ibu mertua, baik laki-laki maupun perempuan. Terkadang sepupu ibu mertua pun mendapat bagian panganan.

Panganan yang dibawa pun beragam jumlahnya tergantung pada tingkat atau derajat serta garis lurus keluarga suami dan istri. Biasanya bagi di Kabupaten Pesisir Selatan, Kecematan Pancung Soal Inderapura mertua dari diberikan panganan Singgal Ayam atau gulai Ayam pada saat manjalang.

Hantaran ini dinilai tidak saja dari wujud tapi dari raso dan pareso menantu kepada mertua. Bagi yang menerima buah tangan ini, pemberiannya juga dinilai sebagai penghargaan terhadap dirinya. Perhargaan terhadap mertua dari seorang menantunya atau penghargaan mertua ke pada menantunya.

Makna isyarat yang diberikan pada  panganan tersebut adalah pendeteksian pelayanan dari suami terhadap istri. Curhatan hati seorang menantu kepada mertua melalui panganan yang dibawakannya. Sehingga, dalam panganan tersebut banyak menyimpang pesan tersirat dalam panganan yang dibawa saat manjalang mintuo. Sebab, panganan yang dibawa tersebut merupakan kewajiban perempuan, sehingga mertua lebih mengetahui seperti apa permasalahan dalam keluarga yang dibina oleh anak mereka.

Jika panganan yang dibawa terlalu manis, kurang garam, serasa pahit, tidak lembut dan keras, kurang kental, warnanya pucat dan sebagainya mengisyaratkan bahwa keluarga mereka sedang dalam masalah. Baik itu masalah internal mereka berdua atau dilanda kecemburuan serta desakan ekonomi.

Kurang etis rasanya jika perempuan (istri) menceritakan atau curhat kepada mertua (ibu/ayah) suami tentang kekurangan sang suami. Maka, cerita tersebut disampaikan dan diisyaratkan dengan panganan yang dibawa saat manjalang mintuo. 'Alun ta kilek alah takalam' begitulah kata pepatah.

Selain menyampaikan curahan hati kepada mertua, menantu juga dapat mengetahui selera mertua berdasarkan panganan tersebut. Apakah sang mertua lebih menyukai banyak garam, atau lebih banyak cabenya. Selanjutnya, komunikasi suami dan isteri komunikasinya terus berlangsung mempertanyakan standar selerah dan lidah pengecap mertua. Hal ini merupakan keafiran yang harus diketahui oleh mertua kepada menantu, karena kesibukan dan rasa segan untuk menceritakan kekurang serta kelebihan pasangan kepada mintuo.

No comments:

Post a Comment